Dalam kehidupan manusia, kesehatan merupakan anugerah tak ternilai. Ketika sakit datang, usaha untuk sembuh menjadi prioritas utama. Namun dalam proses meraih kesembuhan, sering kali kita terjebak dalam pemikiran parsial: hanya mengandalkan aspek medis semata atau, sebaliknya, berserah diri secara spiritual tanpa tindakan nyata. Padahal, ikhtiar yang sejati adalah perpaduan antara ikhtiar lahir dan ikhtiar batin. Dua bentuk usaha ini adalah dua sisi dari satu mata uang yang tak dapat dipisahkan.
Dalam terminologi umum, ikhtiar lahir merujuk pada segala bentuk usaha yang tampak secara fisik. Ini meliputi berobat ke dokter, menjalani terapi, mengonsumsi obat sesuai anjuran, menjaga pola makan, hingga menerapkan gaya hidup sehat. Sementara itu, ikhtiar batin berkaitan dengan dimensi spiritual: berdoa, berserah diri kepada Tuhan, memperbanyak zikir, dan menjaga keyakinan bahwa kesembuhan adalah bagian dari takdir yang disertai usaha.
Pemahaman ini mengakar dalam berbagai budaya, termasuk dalam ajaran Islam. Dalam Islam, Rasulullah SAW mengajarkan bahwa seorang hamba wajib berikhtiar dan tidak hanya berserah diri. Bahkan, dalam sebuah hadis disebutkan bahwa “Tawakal itu setelah ikhtiar.” Artinya, usaha lahiriah menjadi syarat sebelum seseorang menyerahkan hasilnya kepada Allah SWT.
Di era digital saat ini, masyarakat cenderung berpihak pada pendekatan yang ekstrem. Sebagian terlalu bergantung pada teknologi medis, seolah sains mampu menjawab seluruh persoalan kesehatan. Di sisi lain, tak jarang pula yang mengabaikan aspek medis dan hanya bergantung pada doa, pengobatan alternatif tanpa dasar ilmiah, atau praktik spiritual lainnya tanpa pendampingan medis.
Keseimbangan antara ikhtiar lahir dan batin adalah kunci. Sains dan iman tidak seharusnya dipertentangkan. Justru, keduanya dapat berjalan selaras dan saling melengkapi. Ketika seseorang sakit, mengunjungi dokter dan mengikuti pengobatan yang dianjurkan adalah bentuk tanggung jawab terhadap tubuh yang telah diamanahkan. Di saat yang sama, doa dan penguatan spiritual menjadi penguat jiwa agar tetap tenang, sabar, dan penuh harap.
Doa bukan sekadar permintaan kepada Tuhan. Dalam dunia psikologi, berdoa juga terbukti memiliki dampak terapeutik. Doa mampu memberikan ketenangan batin, mengurangi kecemasan, dan meningkatkan semangat hidup. Dalam kondisi mental yang lebih tenang, tubuh pun lebih responsif terhadap pengobatan.
Berbagai studi ilmiah menunjukkan bahwa pasien yang memiliki keyakinan spiritual yang kuat cenderung lebih cepat pulih dari penyakit. Hal ini terjadi bukan karena kekuatan magis semata, tetapi karena kekuatan mental dan optimisme yang tinggi dapat memperkuat sistem imun tubuh dan mempercepat pemulihan.
Di sisi lain, menyepelekan pengobatan medis merupakan kekeliruan fatal. Ilmu kedokteran telah berkembang pesat dan mampu mendeteksi serta mengobati berbagai penyakit yang sebelumnya dianggap mustahil. Penemuan vaksin, antibiotik, teknologi bedah modern, dan sistem diagnosa berbasis kecerdasan buatan adalah hasil dari ikhtiar lahir umat manusia yang patut diapresiasi.
Maka, ketika seseorang sakit, langkah pertama yang seharusnya dilakukan adalah mencari pertolongan dari tenaga kesehatan yang kompeten. Pemeriksaan laboratorium, diagnosis dokter, serta terapi yang direkomendasikan adalah bagian dari tanggung jawab kita terhadap tubuh. Mengabaikan aspek ini dengan dalih pasrah atau tak percaya pada sains justru dapat memperburuk keadaan.
Tidak sedikit kisah inspiratif dari mereka yang sembuh dari penyakit kronis karena menyatukan ikhtiar lahir dan batin. Mereka menjalani pengobatan medis dengan tekun, disertai doa dan dukungan spiritual dari keluarga dan komunitas. Dalam proses ini, tubuh mendapat perawatan, sementara hati mendapat penguatan.
Salah satu kisah yang sering menjadi rujukan adalah dari pasien kanker yang menjalani kemoterapi sambil aktif mengikuti bimbingan rohani. Pasien tersebut tidak hanya mampu menjalani proses pengobatan yang berat, tetapi juga menunjukkan pemulihan yang lebih cepat dibanding pasien lain yang tidak memiliki dukungan spiritual yang kuat.
Meraih kesembuhan bukanlah proses instan. Terkadang, seseorang sudah melakukan segala ikhtiar, namun hasilnya belum sesuai harapan. Dalam situasi seperti ini, ikhtiar batin memainkan peran penting. Ia menjadi sandaran jiwa agar tidak mudah putus asa. Doa menjadi pengingat bahwa manusia hanya berusaha, sementara hasil adalah hak prerogatif Tuhan.
Bahkan, ada kalanya kesembuhan tidak datang dalam bentuk fisik, tetapi dalam bentuk ketenangan batin. Banyak orang sakit yang justru menemukan makna hidup yang lebih dalam, mempererat hubungan spiritual, dan menjadi lebih bijak dalam menyikapi kehidupan setelah mengalami sakit.
Ikhtiar lahir dan ikhtiar batin bukanlah dua pilihan yang harus dipertentangkan. Keduanya adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan dalam perjuangan meraih kesembuhan. Ketika seseorang menjalani pengobatan medis secara disiplin, sambil bersandar kepada kekuatan doa dan keyakinan spiritual, maka ia telah menjalani ikhtiar yang utuh dan seimbang.
Masyarakat perlu diberikan pemahaman bahwa doa tanpa usaha adalah kesia-siaan, dan usaha tanpa doa adalah kesombongan. Dalam setiap penyakit, selalu ada pelajaran dan hikmah yang bisa diambil. Maka, mari kita jalani setiap proses dengan segenap daya, baik lahir maupun batin, seraya berserah diri sepenuhnya kepada Sang Maha Penyembuh.