Dalam kehidupan manusia yang fana ini, sakit adalah bagian tak terpisahkan dari ujian yang diberikan oleh Allah Swt. Ia bisa datang kapan saja dan kepada siapa saja, tanpa memandang usia, status sosial, maupun tingkat ketakwaan seseorang. Namun, dalam setiap cobaan berupa penyakit, terdapat pesan ilahiah yang dalam: bahwa manusia adalah makhluk lemah yang tak berdaya tanpa pertolongan Sang Pencipta.
Di zaman yang semakin maju seperti sekarang, teknologi kedokteran dan farmasi berkembang sangat pesat. Berbagai jenis obat, terapi modern, hingga operasi canggih tersedia untuk mengobati beragam penyakit. Namun, di balik segala bentuk usaha medis tersebut, umat Islam meyakini bahwa semua itu hanyalah perantara (wasilah) belaka. Kesembuhan sejati adalah hak prerogatif Allah Swt.
Sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an:
“Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku.”
(QS. Asy-Syu’ara: 80)
Ayat ini menjadi landasan utama keyakinan bahwa hanya Allah-lah Sang Penyembuh (Asy-Syāfī), sedangkan manusia hanya bisa berusaha dan berikhtiar melalui jalur medis maupun nonmedis.
Sebagian orang mungkin menganggap bahwa memasrahkan diri kepada Allah berarti tidak perlu berobat atau berusaha. Ini adalah pemahaman yang keliru. Dalam ajaran Islam, ikhtiar dan tawakal adalah dua hal yang berjalan beriringan. Rasulullah ﷺ pun, ketika sakit, beliau berobat dan menganjurkan umatnya untuk berobat.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda:
“Berobatlah kalian, karena sesungguhnya Allah tidak menurunkan suatu penyakit, kecuali Dia juga menurunkan obatnya.”
(HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
Hadits ini menunjukkan bahwa berobat adalah bagian dari ikhtiar yang diperintahkan. Namun, hasil dari pengobatan itu tetap dikembalikan kepada kehendak Allah.
Dalam menjalani proses penyembuhan, umat Islam diajarkan untuk tidak hanya mengandalkan aspek lahiriah seperti obat-obatan, diet, atau operasi, melainkan juga ikhtiar batiniah seperti berdoa, bersedekah, memperbanyak istighfar, dan mendekatkan diri kepada Allah. Inilah yang membedakan pendekatan Islam terhadap penyembuhan dibandingkan pendekatan sekuler.
Doa dan zikir yang terus menerus, terutama doa-doa yang berasal dari Al-Qur’an dan hadits, menjadi bagian penting dalam memperkuat semangat serta keyakinan hati bahwa kesembuhan adalah hak Allah. Di antara doa yang sangat dianjurkan dibaca saat sakit adalah:
“Ya Allah, Tuhan manusia, hilangkanlah penyakit ini, sembuhkanlah, Engkaulah Dzat Yang Maha Penyembuh. Tidak ada kesembuhan kecuali dari-Mu, kesembuhan yang tidak meninggalkan rasa sakit.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Penting bagi setiap keluarga Muslim untuk menanamkan pemahaman ini sejak dini kepada anak-anak. Bahwa segala sesuatu, termasuk kesembuhan, adalah atas izin Allah. Pendidikan tauhid dalam hal ini sangat krusial agar generasi Muslim tumbuh sebagai pribadi yang tidak hanya rasional dan ilmiah dalam menyikapi sakit, tetapi juga spiritual dan penuh keimanan.
Dengan pemahaman yang benar, anak-anak akan belajar bahwa saat sakit bukan hanya harus minum obat dan pergi ke dokter, tetapi juga memperbanyak doa, bersyukur atas kondisi yang masih bisa dijalani, dan belajar bersabar menghadapi ujian.
Tenaga medis, dalam hal ini dokter, perawat, apoteker, dan seluruh profesional kesehatan, memiliki peran yang sangat mulia. Namun, penting bagi mereka untuk senantiasa mengingat bahwa tugas mereka adalah perantara kesembuhan, bukan sumber kesembuhan itu sendiri. Sikap rendah hati dan ikhlas dalam melayani pasien menjadi nilai yang sangat berharga dan akan menambah keberkahan dalam profesi mereka.
Di sisi lain, pasien juga tidak boleh menjadikan dokter atau obat sebagai satu-satunya tempat bergantung. Harus ada keseimbangan antara menghargai keilmuan medis dan menggantungkan harapan sepenuhnya kepada Allah.
Terkadang, meskipun segala bentuk pengobatan telah dilakukan, penyakit tidak kunjung sembuh. Dalam kondisi ini, iman seseorang benar-benar diuji. Di sinilah letak pentingnya menguatkan hati bahwa Allah Maha Tahu apa yang terbaik bagi hamba-Nya. Boleh jadi, penyakit tersebut adalah jalan untuk menggugurkan dosa, meninggikan derajat, atau membuka pintu pahala yang tiada henti.
Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:
“Tidaklah seorang Muslim tertimpa suatu kelelahan, penyakit, kegundahan, kesedihan, gangguan, ataupun kesusahan hingga duri yang menusuknya, kecuali Allah akan menghapus sebagian dari dosa-dosanya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam Islam, konsep kesembuhan tidak bisa dilepaskan dari aqidah tauhid. Manusia hanya mampu berusaha, sementara hasilnya ditentukan oleh Allah. Semua bentuk obat, terapi, dan tenaga medis hanyalah sarana. Allah-lah satu-satunya Zat yang mampu menghilangkan penyakit dari tubuh manusia.
Maka, hendaknya kita menyeimbangkan antara ikhtiar lahiriah dan batiniah dalam menghadapi penyakit. Berdoalah kepada Allah dengan penuh keyakinan, berobatlah dengan penuh harapan, dan bersabarlah dalam setiap proses penyembuhan. Semoga kita termasuk dalam golongan hamba yang diberi kesembuhan yang hakiki—kesembuhan yang mendekatkan diri kepada Sang Maha Penyembuh.